Rahasia Debus Banten Bisa Kebal Sajam & Sakti Mandraguna, dengan Amalan Tuhfat al Mursalat (Martabat 7) Anda juga Bisa
BINARASA - Jika muslim Turki punya tari Rummi, maka muslim Banten memiliki seni Debus. Debus Banten memiliki ciri khusus yang tidak didapati di daerah lain, seperti debus Aceh dan lainnya.
Lalu seperti apa Debus Banten? Ciri khusus dan utama dari debus Banten adalah senjata berbentuk godo (Jawa) yang memiliki ujung menyerupai pahat. Alat untuk uji kekebalan ini disebut debus (al-madad).
Dalam atraksi debus, senjata berbentuk seperti pahat itu dihujamkan ke tubuh peraga seni, tetapi tidak tembus badannya. Benda tajam itu seakan menjadi benda bohongan (gedebus). Seperti benda mainan di hadapan orang yang berilmu kebal.
Konon, permainan debus sudah dikenalkan kepada masyarakat luas di masa Sultan Maulana Hasanuddin, sultan pertama di Banten. Namun sesuai informasi lengkap gambar senjata debus dan filosofinya terdapat dalam naskah pontang yang ditulis di masa Sultan Abul Mafakhir, penguasa keempat Kesultanan Banten (1596-1651).
Gambar senjata debus merupakan ilustrasi susunan kata “Muhammad” secara berhadapan, dan bertemu antara ujung huruf “mim” di pangkal dan huruf “dal” di bagian ujung. Sementara di tengah-tengah antara dua kata “Muhammad” itu tertulis kalimat “la Ilaha illa Allah”.
Baca juga: Panduan Lengkap Meditasi Spiritual, Begini Caranya
Dalam atraksi debus, senjata berbentuk seperti pahat itu dihujamkan ke tubuh peraga seni, tetapi tidak tembus badannya. Benda tajam itu seakan menjadi benda bohongan (gedebus). Seperti benda mainan di hadapan orang yang berilmu kebal.
Konon, permainan debus sudah dikenalkan kepada masyarakat luas di masa Sultan Maulana Hasanuddin, sultan pertama di Banten. Namun sesuai informasi lengkap gambar senjata debus dan filosofinya terdapat dalam naskah pontang yang ditulis di masa Sultan Abul Mafakhir, penguasa keempat Kesultanan Banten (1596-1651).
Gambar senjata debus merupakan ilustrasi susunan kata “Muhammad” secara berhadapan, dan bertemu antara ujung huruf “mim” di pangkal dan huruf “dal” di bagian ujung. Sementara di tengah-tengah antara dua kata “Muhammad” itu tertulis kalimat “la Ilaha illa Allah”.
Baca juga: Panduan Lengkap Meditasi Spiritual, Begini Caranya
Gambar senjata debus melambangkan ajaran tasawuf martabat tujuh, yang diajarkan dalam kitab Tuhfat al-Mursalat. Martabat tujuh sendiri berisi ajaran kesatuan Tuhan dalam alam semesta. Mulai dari ahadiyah, wahdah, wadiyah-wahdaniyah, alam arwah, alam amsal, alam ajsam, dan alam insan.
Ahadiyah melambangkan dzat Allah. Wahdah melambangkan nama dan sifat Allah.
Ahadiyah melambangkan dzat Allah. Wahdah melambangkan nama dan sifat Allah.
Wahidiyah dan wahdaniyah melambangkan penciptaan nur Muhammad dan penciptaan nabi Adam.
Alam arwah melambangkan ruh seluruh makhluk. Alam amsal melambangkan rupa-rupa makhluk. Alam ajsam melambangkan fisik makhluk. Alam insan melambangkan manusia secara utuh.
Pengertian sederhananya, pada diri manusia bersemayam secara akumulatif mulai dari sifat ketuhanan, anasir penciptaan manusia utama (Nur Muhammad), anasir penciptaan manusia pertama (Nabi Adam), jiwa halus dan kasar yang terhimpun dalam raga manusia.
Pengertian sederhananya, pada diri manusia bersemayam secara akumulatif mulai dari sifat ketuhanan, anasir penciptaan manusia utama (Nur Muhammad), anasir penciptaan manusia pertama (Nabi Adam), jiwa halus dan kasar yang terhimpun dalam raga manusia.
Manusia yang mampu mengelola dan merawat martabat tujuh pada dirinya, maka ia akan selamat lahir batin.
Baca juga: 5 Sumber Tenaga Dalam ini Bisa Anda Pelajari Sendiri di Rumah, inilah Panduannya
Baca juga: 5 Sumber Tenaga Dalam ini Bisa Anda Pelajari Sendiri di Rumah, inilah Panduannya
Debus yang dikonotasikan dengan tubuh tak bisa ditembus, merupakan pembuktian manusia yang selamat.
Mengapa tak bisa ditembus? Sebab manusia yang mampu mengelola dan merawat potensi martabat tujuh, maka ia seperti ruang kosong. Tubuh manusia yang dihujam menggunakan debus tak berbekas, sebab benda itu sesungguhnya mengenai wadah yang kosong.
Wadah yang kosong itu wujud ahidiyah Allah. Sedangkan debus yang dihujamkan itu wujud wahidiyah-wahdaniyah. Perpaduan antara anasir Nur Muhammad dan anasir penciptaan Adam.
Wadah yang kosong itu wujud ahidiyah Allah. Sedangkan debus yang dihujamkan itu wujud wahidiyah-wahdaniyah. Perpaduan antara anasir Nur Muhammad dan anasir penciptaan Adam.
Sebelum Allah menciptakan Nabi Adam, Ia terlebih dulu menciptakan nur Muhammad. Dalam hadis Qudsi dijelaskan: “Sekiranya tidak ada kamu, Muhammad, Aku tak akan ciptakan jagat alam semesta.” Oleh sebab itu nama Muhammad dijadikan ikon debus.
Muhammad terdiri huruf mim, menggambarkan unsur api yang selalu menjilat ke atas seperti posisi berdiri i’tidal. Huruf ha‘ melambangkan angin yang bertiup seperti posisi orang ruku’. Huruf mim diulang dua kali melambangkan air yang mengalir ke bawah laksana orang sujud. Dan huruf dal melambangkan tanah yang lapang sebagaimana duduknya orang shalat.
Dari empat Anasir itu, yang tergolong benda padat hanyalah unsur tanah. Sementara api, angin, dan air bukanlah benda padat.
Muhammad terdiri huruf mim, menggambarkan unsur api yang selalu menjilat ke atas seperti posisi berdiri i’tidal. Huruf ha‘ melambangkan angin yang bertiup seperti posisi orang ruku’. Huruf mim diulang dua kali melambangkan air yang mengalir ke bawah laksana orang sujud. Dan huruf dal melambangkan tanah yang lapang sebagaimana duduknya orang shalat.
Dari empat Anasir itu, yang tergolong benda padat hanyalah unsur tanah. Sementara api, angin, dan air bukanlah benda padat.
Secara kimiawi benda padat yang sedikit akan menjadi larut bersama benda tidak padat lainnya. Makanya debus dengan sendirinya larut tak berbentuk, tajam jadi tumpul, dihujamkan tapi tak berbekas.
Seni pertunjukan debus dimainkan sebagai bentuk rasa keasyikan seseorang saat bersanding dengan Sang Maha Pencipta.
Seni pertunjukan debus dimainkan sebagai bentuk rasa keasyikan seseorang saat bersanding dengan Sang Maha Pencipta.
Ilustrasi alat debus di naskah Pontan (Alif.Id) |
Pemain debus larut terbawa emosi kecintaan terhadap Tuhannya. Sehingga ia tak menghiraukan lagi jiwa kasarnya dihujam bertubi-tubi menggunakan debus atau al-madad.
Boleh saja penonton merasa ngilu menyaksikan benda tajam dihujamkan ke badan. Tetapi bagi pemain debus, realita sesungguhnya adalah larutan yang disiramkan di atas permukaan badan.
Sekalipun begitu, permainan ini tidak boleh dicoba sendiri. Sebab harus ada pendamping (guru sufi atau mursyid) yang membimbing laku rohani ini.
Dalam seni teatrikal debus, tergambar kuat pola relasi murid dengan mursyid.
Seorang murid agar selamat berjalan dalam track-nya dan tidak salah arah, maka ia harus didampingi mursyid.
Nah, jadi, debus adalah simbol totalitas keimanan seorang muslim. Oleh sebab itu jika bermain debus tapi masih tembus, maka bisa jadi hal itu disebabkan imannya belum tembus. Wallahu a'lam.
Martabat 7 dalam Tasawuf
Alam bagi para sufi adalah sarana Tuhan mengenalkan diri-Nya pada manusia.
Nah, jadi, debus adalah simbol totalitas keimanan seorang muslim. Oleh sebab itu jika bermain debus tapi masih tembus, maka bisa jadi hal itu disebabkan imannya belum tembus. Wallahu a'lam.
Martabat 7 dalam Tasawuf
Alam bagi para sufi adalah sarana Tuhan mengenalkan diri-Nya pada manusia.
Terdapat hadis qudsi (hadis yang isinya dari Allah Swt sedangkan redaksi teksnya berasal dari Nabi Muhammad saw) yang menyatakan bahwa, “Aku adalah Perbendaharaan yang tersembunyi dan Aku rindu untuk dikenal, maka Aku ciptakan makhluk-makhluk agar Aku dikenal”.
Sebagai sarana untuk mengenal Tuhan, maka alam dimaknai berbeda oleh sufi. Yaitu sesuatu yang penting, karena melalui alam para sufi bisa mengenal apa yang disebut oleh Nasr sebagai “the Utlimate Environment” atau Tuhan.
Oleh karena itu, para sufi dalam pendakian spiritualnya tidak pernah lepas dari guiden book, yaitu Alquran. Di dalam kitab suci itu, terdapat banyak ayat yang menjelaskan akan arti pentingnya alam.Satu jenis tumbuhan atau hewan tidaklah diciptakan dengan sembarangan dan tanpa tujuan.
Keberadaan suatu jenis atau makhluk pastilah ada maksudnya. Setiap makhluk, menurut para sufi yang merujuk pada Alquran, setiap saat selalu bertasbih. Atau sedang mengangungkan dan mensucikan Allah Swt.
Baca juga: Rahasia Ma'rifatullah yang Harus Anda Tahu: dari Diam, Hening hingga Fana
Baca juga: Rahasia Ma'rifatullah yang Harus Anda Tahu: dari Diam, Hening hingga Fana
Selain itu, pandangan sebagian para sufi tentang penciptaan alam dikenal dengan “martabat tujuh”.
Martabat tujuh selain sebagai teori penciptaan, juga sebagai tahapan dari pendakian spiritualitas sufi.
Dalam ajaran spiritual ini, martabat pertama adalah ‘Alamul Ahadiyyah. Yaitu alam kosong sebelum makhluk, sebab Allah tidak membutuhkan tempat. Alam ini adalah martabat pertama Allah Swt yang mutlak sendiri. Hanya dzat semata, belum disertai sifat, dan belum mencipta atau memberi apa pun.
Martabat kedua adalah ‘Alamul Wahdah. Yaitu yang berkaitan dengan dzat Allah yang tidak ada sesuatu pun yang menyerupai menjadi sifat Allah. Bentuknya terang benderang yang disebut jauhar awwal (cahaya yang pertama yang biasa disebut juga dengan hakikat Muhammad).
Dalam ajaran spiritual ini, martabat pertama adalah ‘Alamul Ahadiyyah. Yaitu alam kosong sebelum makhluk, sebab Allah tidak membutuhkan tempat. Alam ini adalah martabat pertama Allah Swt yang mutlak sendiri. Hanya dzat semata, belum disertai sifat, dan belum mencipta atau memberi apa pun.
Martabat kedua adalah ‘Alamul Wahdah. Yaitu yang berkaitan dengan dzat Allah yang tidak ada sesuatu pun yang menyerupai menjadi sifat Allah. Bentuknya terang benderang yang disebut jauhar awwal (cahaya yang pertama yang biasa disebut juga dengan hakikat Muhammad).
Intinya, dalam tahap ini Allah memiliki sifat atau ta’ayyun awwal. Mulai ada yang nyata pada martabat sifat qadim, azali, dan abadi Allah Swt.
Martabat ketiga adalah ‘Alamul Wahidiyyah. Pada martabat ini Allah mulai mengadakan perihal (wujud) yang lain tanpa memerlukan sarana.
Martabat ketiga adalah ‘Alamul Wahidiyyah. Pada martabat ini Allah mulai mengadakan perihal (wujud) yang lain tanpa memerlukan sarana.
Melalui Kun, maka terjadilah semua keadaan yang serba mungkin. Yakni keadaan di mana segala sesuatu mewujud tanpa simpang siur dan campur baur, serta tanpa kesalahan.
Martabat keempat adalah ‘Alamul Arwah. Tahap ini adalah martabat di mana nyawa (ruh) sudah ada, namun belum menerima nasib, dan nyawa itu masih merupakan cahaya suci yang akan dijadikan awal kehidupan. Sehingga disebut nyawa rahmani. Nyawa atau ruh ini terbuat dari cahaya yang merupakan esensi api, air, angin, dan tanah.
Martabat kelima adalah ‘Alamul Mitsal. Yaitu tatkala nyawa rahmani telah menerima nasib, atau ketika ia terpecah dalam bentuk nyawa-nyawa yang telah dibebani ketentuan hidup, maka keadaan nyawa tersebut oleh Allah telah dijadikan sebagai nyawa yang mempunyai jism (wadah).
Martabat keempat adalah ‘Alamul Arwah. Tahap ini adalah martabat di mana nyawa (ruh) sudah ada, namun belum menerima nasib, dan nyawa itu masih merupakan cahaya suci yang akan dijadikan awal kehidupan. Sehingga disebut nyawa rahmani. Nyawa atau ruh ini terbuat dari cahaya yang merupakan esensi api, air, angin, dan tanah.
Martabat kelima adalah ‘Alamul Mitsal. Yaitu tatkala nyawa rahmani telah menerima nasib, atau ketika ia terpecah dalam bentuk nyawa-nyawa yang telah dibebani ketentuan hidup, maka keadaan nyawa tersebut oleh Allah telah dijadikan sebagai nyawa yang mempunyai jism (wadah).
Pada martabat ini, nyawa-nyawa telah mempunyai perannya sendiri-sendiri. Sehingga muncullah istilah nyawa nabati, nyawa hewani, nyawa jasmani, dan nyawa ruhani.
Baca juga: 6 Derajat Keimanan, Anda Termasuk yang Mana?
Jadi, alam dan apa yang ada di semesta ini adalah gambaran dari alamal mitsal tersebut.
Martabat keenam adalah Alamul Ajsam. Yaitu keadaan di mana jasad halus yang diistilahkan ruhiyyah mulai mewujud dan siap menerima keberadaan panca indra lahir maupun batin. Jasad seperti ini disebut jasad halus yang telanjang.
Martabat keenam adalah Alamul Ajsam. Yaitu keadaan di mana jasad halus yang diistilahkan ruhiyyah mulai mewujud dan siap menerima keberadaan panca indra lahir maupun batin. Jasad seperti ini disebut jasad halus yang telanjang.
Martabat ini menggambarkan ciptaan Allah yang telah tersusun rapi dan dapat dibagi-bagi atau telah menerima setiap susunannya, khususnya manusia.
Yang terakhir adalah martabat ketujuh. Yaitu ‘Alamul Insanul Kamil. Pada martabat ini Allah meniupkan nyawa yang diistilahkan dengan ruh idhafi ke dalam jasmani Adam.
Sumber: Alif.Id
Rahasia Debus Banten Bisa Kebal Sajam & Sakti Mandraguna, dengan Amalan Tuhfat al Mursalat (Martabat 7) Anda juga Bisa
Reviewed by Tabib Wira
on
September 15, 2020
Rating: