Ads Top

Kenali Tanda-tandanya! Apakah Seorang Wali Tahu Akan Kewaliannya? Inilah 12 Syarat Jadi Waliyullah



BINAJATI - Kali ini kita akan membahas tentang keberadaan para wali Allah (waliyullah). Pertanyannya, apakah seorang waliyullah dapat mengetahui kewalian dirinya?

Perlu diketahui, keberadaan para wali Allah di muka bumi bukanlah sesuatu yang aneh dan mustahil. Ada banyak dalil yang menjelaskan hal itu. Allah Ta'ala berfirman, "Ingatlah! Sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan selalu bertakwa. Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan akhirat. Tidak ada perubahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar." (QS Yunus Ayat 62-64)

Dalam Kitab "Jami' Karamat al-Aulia" yang diterjemahkan ke Bahasa Indonesia dengan judul "Kisah-kisah Karamah Wali Allah dan Mukjizat Para Wali Allah" karya Yusuf bin Ismail an-Nabhani dijelaskan beberapa pendapat dan alasan. Menurut Ustaz Abu Bakar bin Faurak, seorang wali tidak mungkin mengetahui bahwa dirinya adalah seorang wali. Sementara Ustaz Abu 'Ali al-Daqaq dan Abu Qasim al-Qusyairi (muridnya) mengatakan bahwa hal itu mungkin. Alasan kedua pendapat yang berseberangan ini cukup banyak.

Alasan Pertama

Kalau seseorang mengetahui bahwa dirinya adalah waliyullah , maka ia akan merasa aman, sebagaimana dinyatakan dalam firman Allah, "Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak merasa takut dan tidak bersedih hati" (QS Yunus: 62). Akan tetapi meraih keyakinan rasa aman itu tidak diperbolehkan, karena beberapa alasan:

1) Allah berfirman: "Tiada yang merasa aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang merugi." (QS Al-A'raf: 99).

Baca juga: 6 Tingkat Keimanan, Anda Termasuk yang Mana?

Putus asa juga tidak diperbolehkan sebagaimana firman-Nya: "Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, kecuali kaum yang kafir (QS Yusuf: 87). Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Tuhannya, kecuali orang-orang yang sesat (QS Al-Hijr: 56).

Artinya, rasa aman hanya akan dirasakan oleh orang yang keyakinannya lemah, keputus-asaan hanya akan dirasakan oleh orang yang keyakinannya sedikit. Keyakinan yang lemah dan sedikit kepada hak-hak Allah adalah perbuatan kufur, maka orang yang merasa aman dari siksa Allah dan putus asa dari rahmat Allah adalah orang yang kafir.

2) Ketaatan sebesar apa pun tetap lebih besar rasa terpaksa, jika rasa terpaksa ini mendominasi jiwa seseorang, maka tidak akan diperoleh rasa aman.

3) Rasa aman akan menyebabkan hilangnya penghambaan kepada Allah. Hilangnya sikap pengabdian dan penghambaan kepada Allah akan menimbulkan rasa permusuhan, sedangkan rasa aman menyebabkan hilangnya rasa takut.

4) Allah menyifati orang-orang yang ikhlas dengan firman-Nya: "Dan mereka berdoa kepada Kami dengan rasa berharap dan takut. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyuk kepada Kami". (QS Al-Anbiya: 90). Sebagian orang menafsirkan bahwa berdoa dengan rasa berharap di sini adalah berdoa memohon pahala kepada Allah, sementara berdoa dengan rasa takut adalah takut terhadap siksa Allah.

Pendapat lain mengatakan bahwa ayat di atas bermakna berdoa dengan mengharap karunia Allah dan berdoa dengan rasa takut terhadap siksa-Nya. Ada juga yang berpendapat bahwa ayat di atas menganjurkan berdoa dengan mengharap dapat berjumpa dengan Allah, dan berdoa dengan rasa takut berpisah dari Allah. Adapun pendapat yang paling tepat adalah berdoa dengan mengharap kepada Allah dan rasa takut kepada-Nya.

Alasan Kedua

Seorang wali tidak mengetahui bahwa dirinya waliyullah . Sebab ia menjadi wali karena Allah mencintainya, bukan karena ia mencintai Allah. Demikian juga sebaliknya seseorang menjadi musuh Allah karena Allah memusuhinya bukan karena ia memusuhi Allah. Mencintai dan memusuhi Allah adalah dua rahasia yang tidak tampak pada diri seseorang.

Ketaatan dan kemaksiatan hamba tidak mempengaruhi seseorang untuk mencintai atau memusuhi Allah, karena ketaatan adalah sesuatu yang baru muncul kemudian, sedangkan sifat Allah itu kekal dan tidak terbatas. Sesuatu yang baru dan terbatas tidak dapat mengalahkan yang kekal dan tak terbatas.

Baca juga: Inikah Tanda-tanda Habib Rizieq Shihab Seorang Wali Allah dari Maqam Hawariyyun?

Berdasarkan hal ini, terkadang seorang hamba bermaksiat kepada Allah saat ini, padahal sebelumnya ia mencintai-Nya. Terkadang juga seorang hamba taat kepada-Nya saat ini padahal dulunya ia bermaksiat terhadap-Nya. Pada prinsipnya, mencintai dan memusuhi Allah adalah sifat, sedangkan sifat Allah tidak bisa dijelaskan alasannya.

Barangsiapa mencintai Allah tanpa alasan, maka ia tidak akan menjadi musuh-Nya karena melakukan maksiat. Barangsiapa memusuhi Allah tanpa alasan, maka ia tidak akan menjadi pencinta Allah karena melakukan ketaatan. Karena mencintai dan memusuhi Allah merupakan dua rahasia yang tidak bisa dilihat, maka Nabi Isa 'alaihissalam berkata. "Engkau mengetahui apa yang ada dalam diriku, sementara aku tidak mengetahui apa yang ada dalam Zat-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui hal-hal yang gaib." (QS Al-Maidah: 116).

Dalam Kitab "Jami' Karamat Al-Aulia" karya Yusuf bin Ismail an-Nabhani dijelaskan alasan ketiga, seorang wali tidak mungkin mengetahui bahwa dirinya adalah waliyullah . Sebab, hukum yang menentukan bahwa seseorang termasuk wali, orang yang berpahala, dan penghuni surga tergantung pada akhir kehidupan. Dalilnya adalah firman Allah berikut: "Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya pahala sepuluh kali lipat amalnya, dan barangsiapa membawa amal yang buruk maka dia ia hanya diberi balasan yang sepadan dengan amal buruknya." (QS Al-Maidah [6]: 160).

Firman Allah tersebut tidak berbunyi, "Barangsiapa mengerjakan kebaikan, maka baginya pahala sepuluh kali lipat sepadan dengan perbuatannya itu." Hal ini menunjukkan bahwa penerimaan pahala dari Allah tergantung pada akhir pelaksanaan, bukan pada awal perbuatan.

Yang memperkuat pendapat ini adalah dalil yang menyatakan bahwa apabila seseorang menghabiskan seluruh usianya dalam kekufuran, lalu di akhir hayatnya ia masuk Islam , maka ia termasuk golongan orang yang mendapatkan pahala, begitu pula sebaliknya. Hal ini menunjukkan bahwa yang penting adalah akhirnya bukan awal perbuatannya. Karena itu, Allah berfirman, Katakanlah kepada orang-orang kafir itu, "Jika mereka berhenti dari kekufuran, niscaya Alah akan mengampuni dosa-dosa mereka yang telah lalu." (QS Al-Anfal [8]: 38).

Baca juga: Kisah Wali Allah yang Bisa Memotivasi Anda untuk Meraih KaramahNya

Jadi, ketetapan bahwa seseorang termasuk wali atau musuh Allah, orang yang mendapat pahala atau mendapat siksa terletak di akhir hidupnya. Dan telah jelas bahwa akhir kehidupan tidak diketahui oleh seorang pun. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa seorang wali tidak bisa mengetahui bahwa dirinya wali .

Adapun mereka yang menyatakan bahwa seorang wali terkadang bisa mengetahui kedudukannya sebagai wali , berpegang pada kesahihan pendapat mereka yang menyatakan bahwa kewalian terdiri dari beberapa unsur: (1) Secara lahiriah, ia tunduk dan patuh kepada syariat. (2) Secara batiniah, ia tenggelam dalam cahaya hakikat.

Apabila seseorang telah mencapai dua unsur itu maka eksistensi kewaliannya bisa diketahui. Kepatuhan kepada syariat secara lahir terlihat dari tindakan lahir, sementara tenggelamnya batin dalam cahaya hakikat berupa kesenangan menaati Allah dan mengingat-Nya, tiada sesuatu pun dalam dirinya selain Allah.

Banyak kesalahan yang samar dalam pembahasan apakah wali mengetahui kedudukannya sebagai wali atau tidak, penetapannya sulit, pengalamannya membahayakan, kepastiannya adalah tipuan, dan di depan jalan menuju alam ketuhanan ada tabir-tabir yang terkadang berupa api dan terkadang berupa cahaya. Hanya Allah Yang Maha Mengetahui hakikat dari rahasia-rahasia.

Karamah Wali Itu Benar-benar Ada

Sayyid Abdul Ghani al-Nabulusi dalam Syarh al-Thariqah al-Muhammadiyyah mengutip penuturan Imam Barkawi yang menyatakan bahwa karamah wali itu benar-benar ada. Karamah adalah munculnya hal-hal luar biasa yang tidak dibarengi niat untuk menampakkannya, yang muncul di tangan seorang hamba untuk menampakkan kemaslahatan, dipakai untuk menetapkan ittiba’nya (ketaatannya) kepada Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم. Kemudian didukung oleh keyakinan yang benar dan amal saleh.

Adapun kejadian luar biasa yang tidak dibarengi niat untuk memperlihatkannya seperti halnya mukjizat , yang muncul di tangan orang yang secara lahiriah dinilai baik, disebut sebagai ma'unah. Ma'unah adalah kejadian luar biasa di tangan orang-orang muslim awam untuk melepaskan diri dari berbagai cobaan dan hal-hal yang tidak disukai, disertai keyakinan yang benar dan amal saleh, dijauhkan dari istidraj, dan dengan mengikuti Nabi صلى الله عليه وسلم . Nabi memperlihatkan kejadian luar biasa untuk mengokohkan kebohongan para pendusta, seperti meludahnya Musailamah ke dalam sumur air tawar agar airnya terasa manis, tetapi yang terjadi justru airnya asin dan pahit.

Al-Laqani menyatakan bahwa karamah diperuntukkan bagi para wali , baik yang masih hidup maupun yang telah wafat. Karena kewalian seorang wali tidak terlepas meskipun ia wafat. Seperti Nabi yang tidak lepas dari status kenabiannya. Wali adalah orang yang 'arif, mengetahui Allah dan sifat-sifat-Nya, senantiasa taat, menjauhi maksiat, dan bersungguh-sungguh menahan diri dari kenikmatan dan hawa nafsu.

Al-Sa'di mengungkapkan dalam Kitab Syarh al-'Aqaid bahwa dengan mengekang hawa nafsu, keinginan untuk bersenang-senang dan mengumbar hawa nafsu akan hilang. Hanya saja seorang wali tidak diboleh mencegah diri dari melakukan hal-hal yang dimudahkan dan dihalalkan baginya.

Karamah para wali adalah kebenaran yang ditegaskan dalam nash Al-Qur'an , di antaranya dalam kisah Maryam. Setiap Nabi Zakaria 'alaihissalam masuk ke mihrab untuk menemui Maryam, ia mendapati makanan di sisi Maryam. Zakaria bertanya, "Hai Maryam, dari mana engkau memperoleh semua makanan ini?" Maryam menjawab, "Makanan itu dari Allah" (QS Ali Imran [3]: 37).

Maryam berada dalam asuhan Zakaria dan tak seorang pun pernah masuk ke dalam mihrab Maryam, selain Zakaria. Bila Zakaria keluar dari sana, tertutuplah tujuh pintu mihrab tersebut. Setiap Zakaria masuk ke mihrab Maryam, ia menemukan buah-buahan musim dingin pada musim panas, dan menemukan buah-buahan musim panas ketika cuaca dingin. Zakaria merasa heran dan menanyai Maryam. Maryam menjawab bahwa semua itu adalah rezeki dari Allah, Dialah Pemberi rezeki kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya dari jalan yang tidak disangka-sangka.

Kisah lain dalam Al-Qur'an yang menegaskan adanya karamah adalah kisah Ashabul Kahfi yang tinggal dalam gua selama bertahun-tahun tanpa makan dan minum dan kisah tentang Asif bin Barkhiya yang mampu menghadirkan singgasana Ratu Bilqis sebelum Nabi Sulaiman 'alaihissalam mengedipkan matanya. Karamah para sahabat, Tabi'in (generasi setelah sahabat), dan orang-orang saleh sesudahnya diriwayatkan secara mutawatir walaupun perinciannya disampaikan secara ahad.

Ingin Jadi Waliyullah? Penuhi 12 Syarat Ini

Dalam muqaddimah Kitab Al-Hikam yang disusun Syeikh Ibnu 'Athoillah As-Sakandariy disinggung tentang syarat yang harus dipenuhi seseorang jika ingin menjadi waliyullah (wali Allah).

Sebelumnya dijelaskan bahwa ilmu tauhid (disebut juga tasawuf) merupakan semulia-mulia ilmu sebab ia menjadi intisari dari syari'at. Bahkan menjadi pilar utama dalam agama Islam.

Sebagaimana Allah berfirman: "Wa maa khalaq tul jinna wal insan illa liya'buduun". (Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali supaya mereka menyembah Aku).

Adapun definisi ilmu tasawuf menurut Junaid Al-Baghdadi adalah mengenal Allah, sehingga antaramu dengan Allah tidak ada perantara. Selain itu, menerapkan akhlak terpuji dalam semua aspek kehidupan menurut apa yang telah disunnahkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam (SAW). Meninggalkan akhlak tercela dan mengendalikan hawa nafsu sesuai kehendak Allah. Merasa tidak memiliki apapun dan juga tidak dimiliki oleh siapapun kecuali Allah.

Abul Hasan Asy-Syadzily radhiallahu 'anhu (RA) berkata: Aku dipesan oleh guruku (Abdussalam bin Masyisy RA): "Janganlah kamu melangkahkan kaki kecuali untuk sesuatu yang dapat mencapai keridhaan Allah. Jangan duduk di majelis kecuali yang aman dari murka Allah. Dan jangan bersahabat kecuali kepada orang yang dapat membantu berbuat taat kepada Allah. Dan jangan memilih sahabat karib kecuali orang yang menambah keyakinanmu terhadap Allah, yang demikian ini sudah jarang untuk didapat."

Baca juga: Rahasia Nabi Khidr Berada yang Tidak Banyak Diketahui Orang, Begini Cara Bertemu dengannya

Sayyid Ahmad Al-Badawi RA (596-675 Hijriyah) berkata: "Perjalanan kami berdasarkan kitab Allah dan sunnah Rasulullah SAW:
  1. Benar dan jujur
  2. Bersih hati
  3. Menepati janji
  4. Bertanggung jawab dalam tugas dan derita
  5. Menjaga kewajiba
Seorang muridnya bernama Abdul Ali bertanya: "Apakah syarat yang harus diperbuat oleh orang yang ingin menjadi wali Allah? Sayyid Ahmad Al-Badawi menjawab: 'Seorang yang benar-benar dalam syariat ada 12 tanda-tandanya, yaitu:
  1. Benar-benar mengenal Allah (yakni mengerti benar tauhid dan penuh keyakinan kepada Allah)
  2. Menjaga benar-benar perintah Allah
  3. Berpegang teguh pada sunnah Rasulullah SAW
  4. Selalu berwudhu (bila berhadas segera berwudhu kembali)
  5. Rela menerima ketentuan (takdir) Allah dalam suka maupun duka
  6. Yakin terhadap semua janji Allah
  7. Putus harapan dari semua apa yang di tangan mkhluk
  8. Tabah, sabar menanggung berbagai derita dan gangguan orang
  9. Rajin mentaati perintah Allah
  10. Kasih sayang terhadap semua makhluk Allah
  11. Tawadhu, merendah diri terhadap yang tua dan muda
  12. Menyadari selalu bahwa setan itu musuh yang utama 
Sumber:
Kalam.Sindonews.Com - Apakah Seorang Wali Dapat Mengetahui Kewalian Dirinya | Ingin Jadi Waliyullah? Penuhi 12 Syarat Ini
Kenali Tanda-tandanya! Apakah Seorang Wali Tahu Akan Kewaliannya? Inilah 12 Syarat Jadi Waliyullah Kenali Tanda-tandanya! Apakah Seorang Wali Tahu Akan Kewaliannya? Inilah 12 Syarat Jadi Waliyullah Reviewed by Tabib Wira on December 26, 2020 Rating: 5