Aturan Tawassul yang Benar, Ini Dalilnya yang Harus Anda Tahu
BINAJATI - Mayoritas ulama membolehkan tawassul dengan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam dan orang-orang shalih. Foto/Makam Rasulullah
Tawassul merupakan salah satu adab dalam memanjatkan doa (permohonan) kepada Allah Ta'ala. Secara bahasa, tawassul adalah perantara atau wasilah. Arti tawassul adalah mengambil sarana/wasilah agar doa (ibadahnya) lebih diterima dan dikabulkan. Atau bisa juga diartikan segala hal yang dapat menyampaikan dan mendekatkan kepada sesuatu.
Islam membolehkan umatnya berdoa dengan tawassul. Bagi yang mengingkarinya barangkali belum memahami sepenuhnya hakikat dan makna tawassul. Mari kita simak firman Allah berikut:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَٱبْتَغُوٓا۟ إِلَيْهِ ٱلْوَسِيلَةَ وَجَٰهِدُوا۟ فِى سَبِيلِهِۦ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan (wasilah) yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan." (QS Al-Maidah: 35)
Untuk diketahui, Hadis 'Orang buta yang bertawassul kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم' juga merupakan satu dari banyak dalil bolehnya menjadikan Rasulullah sebagai wasilah kepada Allah.Ulama besar seperti Syaikh Ali Jumah, Habib Ali Al-Jufri dan Syaikh Ramadhan Al-Buti, mereka mengatakan bahwa tawassul dengan Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم dan orang shalih yang sudah wafat hukumnya boleh. Tentu saja, tawassul ini ada syaratnya yaitu meyakini bahwa Allah saja yang mempunyai hak memberi manfaat dan mudarat.
Baca juga: Bolehkah Berzikir Selama Bersetubuh? Cek Dalil Fiqihnya di Sini
Jika ada orang memfatwakan bahwa bertawassul itu syirik, maka ia sama saja telah menuduh Rasulullah صلى الله عليه وسلم dan orang-orang Islam pengikut Nabi dengan syirik. Na'udzubillahi min dzalik. Berikut kami rangkum 12 dalil berdoa dengan tawassul.
Surah An-Nisa Ayat 64
وَمَآ أَرْسَلْنَا مِن رَّسُولٍ إِلَّا لِيُطَاعَ بِإِذْنِ ٱللَّهِ ۚ وَلَوْ أَنَّهُمْ إِذ ظَّلَمُوٓا۟ أَنفُسَهُمْ جَآءُوكَ فَٱسْتَغْفَرُوا۟ ٱللَّهَ وَٱسْتَغْفَرَ لَهُمُ ٱلرَّسُولُ لَوَجَدُوا۟ ٱللَّهَ تَوَّابًا رَّحِيمًا
"Dan Kami tidak mengutus seseorang Rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasul pun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang." (QS An-Nisa: 64)
Dalam ayat ini dinyatakan bahwa sekelompok orang yang telah terlanjur membuat dosa apabila mereka datang kepada Rasul, minta ampun kepada Allah di hadapan Rasul dan Rasul meminta ampunkan pula, maka orang itu akan diterima taubatnya karena Allah Maha Penyantun dan Maha Penerima Taubat. Dalam ayat ini jelas bahwa minta ampun kepada Allah di hadapan Nabi adalah perbuatan taat yang diridhai-Nya.
Orang yang bertaubat boleh meminta ampun kepada Allah di rumahnya sendiri, di masjid atau di mana ia suka. Tetapi kalau minta ampun kepada Allah di hadapan Nabi adalah lebih baik dan dijamin akan diterima Allah sesuai dengan ayat ini. Datang kepada Rasulullah dan bertaubat di hadapannya, itulah yang dinamakan tawassul dengan Nabi.
Baca juga: Rahasia Basmallah untuk Keharmonisan Rumah Tangga, Tafsir dari Kiai Sholeh Darat
Jangan salah tafsir, mereka bukan minta ampun kepada Nabi. Tetapi meminta ampun kepada Tuhan di hadapan Nabi. Adapun Nabi meminta ampunkan pula kepada Allah, maka itu adalah lebih baik lagi karena beliau telah menolong sahabatnya.
Hal yang serupa ini dinamakan tawassul dengan guru, bukan minta ampun kepada guru atau menyembah gurunya. Begitu juga ke makam Rasulullah صلى الله عليه وسلم dan minta ampun di situ di hadapan Rasulullah kepada Allah.
Hal ini dinilai sangat baik sebab Nabi Muhammad walaupun beliau sudah wafat tetapi pangkat ke-Rasulannya tidak habis dengan wafatnya itu. Apalagi menurut i'itiqad kaum Ahlussunnah wal Jama'ah bahwa Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم hidup dalam kuburnya dan mendengar Salam orang yang memberi Salam kepada beliau.
Diambil kesimpulan dari ayat ini, bahwa apabila seseorang yang telah bersalah melakukan dosa, boleh datang kepada gurunya dan taubat kepada Allah di hadapan guru itu. Dan guru itu meminta ampunkan pula. Insya Allah taubatnya dikabulkan Allah atas izin-Nya.
Shahih Al-Bukhari
Dari Anas bin Malik, bahwasanya Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu apabila terjadi kemarau beliau dan Abas bin Abdul Muthalib minta hujan dengan dengan memanjatkan doa: "Ya Allah bahwasanya kami telah tawassul kepada Engkau dengan Nabi kami, maka Engkau turunkan hujan, dan sekarang kami tawassul kepada Engkau dengan paman Nabi kami, maka turunkanlah hujan itu." (Hadits ini dirawikan oleh Imam Al-Bukhari dan Baihaqi – lihat Sahih Bukhari I hal. 128 dan Baihaqi (Sunan al Kubra) II hal. 352).
Kesimpulan dari Hadis ini yaitu Sayidina Umar bin Khattab sahabat Nabi yang utama dan Khalifah kedua pernah berdoa dengan tawassul dengan Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم untuk mohon kepada Allah diturunkan hujan pada musim kemarau. Nabi pernah mengatakan bahwa "Kebenaran itu dijadikan Tuhan dalam ucapan Sayidina Umar". Ketika Sayidina Umar bertawassul dengan Nabi, maka Nabi Muhammad tidak melarangnya, tetapi membenarkannya. Ini suatu bukti bahwa doa dengan bertawassul adalah satu ibadah yang baik.
Bukan saja Sayidina Umar bertawassul dengan Nabi, tetapi juga paman Nabi Sayidina Abbas bin Abdil Muthalib. Ini bukti bahwa bertawassul itu boleh dengan orang yang lebih rendah walaupun ada yang lebih tinggi. Artinya, kita bukan saja boleh bertawassul dengan Nabi, tetapi juga boleh dengan ulama-ulama dan orang-orang saleh lainnya.
Hujan yang diminta dengan doa yang bertawassul itu dikabulkan oleh Allah sehingga dikatakan dalam hadits ini "fayusquun". Perlu diperhatikan, Sayidina Umar bukan meminta hujan kepada Nabi atau kepada Abbas. Tetapi kepada Allah dengan wasilah Nabi Muhammad atau Abbas sebagai orang yang dipakai dalam tawassul itu keduanya adalah kekasih Allah.
Kitab Falhul Bari fi Syarhil Bukhari karya Ibnu Hajar al-Asqalani
Dari Anas bin Malik beliau berkata: "Datang seorang laki-laki Badui kepada Nabi Muhammad lalu berkata: "Wahai Rasulullah, kami datang kepadamu karena tidak ada lagi orang yang meringis, tiada lagi bayi yang mendengkur, kemudian ia membacakan sebuah sya'ir kuno (yang dulu digubah oleh Abu Thalib bapak Sayidina Ali), yang artinya kecuali kepadamu tak ke mana kami akan pergi, ke manakah manusia akan minta bantuan kalau tidak kepada Rasul Ilahi? Mendengar permintaan itu, Nabi lantas berdiri menarik selendang beliau dan naik mimbar lalu berdoa: "Ya Allah, turunkanlah hujan". (Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dalam Kitab Dalail).
Kesimpulan dari hadis ini yaitu, ketika terjadi kemarau, para sahabat Nabi datang kepada beliau untuk minta hujan. Mereka tidak langsung memohon kepada Allah, tetapi datang kepada Nabi dengan meminta agar Nabi mendoakan kepada Allah. Ini namanya bertawassul dengan Nabi, sedang Nabi tidak membantah dan tidak pula mengatakan supaya orang itu mendoakan saja langsung kepada Allah dan tidak perlu datang kepadanya.
Baca juga: Ternyata Doa Semoga Husnul Khatimah bagi Orang Meninggal Dunia Adalah Keliru, Ini Alasannya
Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم juga tidak marah mendengar sya’ir yang dibaca oleh seorang laki-laki Badui itu, yang mengatakan bahwa kalau keadaan sulit tidak ada tempat kembali melainkan kepada Rasul Ilahi. Nabi tahu bahwa para sahabatnya yang membaca syair itu bukan menganggap beliau Tuhan, hanyalah ucapan "majaz", yakni pada lahirnya atau pada adatnya tidak ada tempat kembali melainkan ia. Ucapan ini bukan syirik (kafir) tetapi ucapan majaz yang biasa diucapkan oleh setiap orang sehari-hari.
Dalam hadis ini juga dapat dipetik hikmah bahwa boleh "istigatsah" (minta tolong kepada manusia) kalau seseorang dapat kesulitan, umpamanya dengan mengatakan: "Hai teman bebaskanlah saya dari kesulitan tolonglah saya dan lain-lain ucapan yang sama. Jadi tidaklah terlarang kalau ada orang Islam dalam ucapannya setiap hari apabila mendapat kesulitan mengatakan: "Ya Allah, Ya Rasulullah!"
Yang penting, jangan sampai dii'itiqadkan bahwa Nabi Muhammad itu sama dengan Allah Ta'ala. Walaupun hadis ini tidak sekuat hadis Al-Bukhari, tetapi membantu hadis riwayat Al-Bukhari yang kuat sehingga menjadi bertambah kuat.
Kitab Hadis Sunan Ibnu Majah
Dikisahkan, seorang laki-laki sakit mata datang kepada Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم, maka ia berkata,
'Mohonkanlah kepada Allah supaya Dia menyehatkan aku!' Maka Nabi menjawab: Kalau engkau mau nanti sajalah, tetapi kalau engkau mau (sekarang juga) saya doakan. Lakl-laki itu menjawab: Mohonkanlah doa sekarang juga. Lalu Nabi menyuruh ia berwudhu dan sembahyang dua rakaat dan berdoa dengan doa ini: "Ya Allah, saya memohon kepada-Mu dan menghadap kepada-Mu dengan Muhammad, Nabi yang Penyayang. Hai Muhammad, saya menghadap kepada Tuhan dengan engkau tentang permintaan saya ini, perkenankanlah. Ya Allah, beri syafaatlah ia kepadaku." (Hadits riwayat Ibnu Majah dan ia berkata, ini hadis sahih. Lihat Sunan Ibnu Majah dan Imam Ibnu Hajar al Asqalani dalam Fathul Ban Juz III)
Hadis Riwayat Ibnu Majah
Dari sahabat Nabi Abu Sa'id al Khudhri, berkata Rasulullah صلى الله عليه وسلم,
"Barangsiapa keluar dari rumahnya hendak pergi sembahyang, maka ia berdoa: 'Ya Allah saya minta kepada-Mu dengan hak sekalian orang yang telah meminta kepada-Mu dan dengan hak perjalanan saya ini, saya tidak keluar untuk mengerjakan kejahatan, saya tidak takabbur dan riya dan tidak ada pula mengharap pujian, saya keluar karena takut kepada-Mu dan mengharapkan keridhaan-Mu. Saya minta kepada-Mu bahwa Engkau pelihara saya dari neraka dan Engkau ampuni dosa saya karena tiada yang akan mengampuni selain Engkau. Aku ampuni ia, kata Tuhan." (Hadis sahih diriwayatkan lbnu Majah dengan sanad yang sahih, Sunan Ibnu Majah 1 hal. 361-362)
Kalimat-kalimat "dengan hak orang yang meminta kepada-Mu" dan "dengan hak perjalanan saya ini" adalah tawassul dengan ibadah orang lain dan amal ibadah kita sendiri. Hadis itu diterangkan juga oleh Hafizh Suyuthi dalam Kitab al-Jamius Kabir, Ibnus Sani dari Bilal, Imam Al-Baihaqi, Abu Naim dari Said al Khudhri.
Hadis Riwayat Imam Thabrani
Dari sahabat Nabi Anas bin Malik, bahwasanya Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم berkata dalam doa beliau begini,
"Ya Allah, ampunilah Fatimah binti Asad dan lempangkanlah tempat masuknya (ke kubur) dengan hak Nabi Engkau dan Nabi-nabi sebelum saya. Engkau yang paling panjang dari sekalian yang panjang." (Hadis riwayat Imam Thabrani, Lihat Kitab Syawahidul haq hal 154)
Hadis ini diriwayatkan juga oleh lbnu Habban dan Al Hakim yang mana keduanya mengatakan hadis itu adalah hadis yang sahih.
Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم bertawassul dalam doa ini dengan diri beliau sendiri sebagai Nabi dan dengan Nabi yang lain sebelumnya yaitu perkataan beliau bihaqqi Nabiyika wal Anbiya alazdina min qabli.
Untuk diketahui, jika ada orang yang memfatwakan bahwa tawassul itu syirik, maka ia telah menuduh Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم dan orang-orang Islam pengikut Nabi dengan syirik. Na'udzubillahi min dzalik!
Hadis Al-Bukhari dan Muslim
Dari Ibnu 'Umar, Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم menceritakan: Adalah tiga orang berjalan ke luar kota, tiba-tiba hujan turun, maka mereka ketiganya masuk berlindung ke dalam sebuah gua pada suatu bukit. Kemudian batu besar jatuh menutupi pintu gua mereka. Salah seorang di antara mereka berkata kepada kawannya: Berdoalah kepada Tuhan dengan berkat amal saleh yang engkau kerjakan.
Lalu salah seorang dari mereka berdoa: "Ya Allah, dahulu ada dua orang ibu-bapa saya yang sudah tua. Saya keluar menggembala dan saya perah susu gembalaanku lalu saya bawa susunya pulang. Saya beri minum ibu-bapak, anak-anakku, saudaraku dari istriku dengan susu itu. Pada suatu hari saya terlambat pulang, saya dapati ibu-bapaku sudah tidur, saya tidak suka mengagetkan mereka dengan membangunkannya, padahal anak-anak bertangisan minta susu di bawah kakiku. Begitulah saya hingga sampai pagi. Ya Allah, kalau Engkau tahu bahwasanya saya memperbuat amal itu karena semata-mata karena mengharapkan keridhaan-Mu, maka bukalah pintu gua ini sehingga kami dapat melihat langit. Maka pintu gua dibukakan oleh Tuhan sepertiganya" (HR Al-Bukhari dan Muslim)
Orang yang dua lagi juga berdoa dengan doa-doa bertawassul sehingga pintu gua terbuka seluruhnya. Dalam hadis ini dapat diambil kesimpulan bahwa hadis ini adalah hadis yang kuat untuk dijadikan dalil atas sunnahnya berdoa dengan tawassul. Pengarang Kitab "Al Lulu wal Marjan fi Mattafaqa alaihis-Syaikhan" Fuad Al Baqi memberi judul hadis ini dengan perkataan "Bab kisah ahli gua yang bertiga dan tawassul dengan amal saleh." (Al Lulu’ wal Marjan jilid III)
Kisah ini diceritakan oleh Nabi Muhammad dengan tujuan supaya umat beliau mengerjakan ibadah sebagaimana ahli gua yang mendapat kesulitan-kesulitan. Dalam doa itu mereka bertawassul dengan amal saleh. Doa mereka dikabulkan oleh Allah.
Surah Al-Baqarah Ayat 89
Di dalam Al-Qur'an ada satu ayat yang artinya begini: "Dan setelah datang kepada mereka Kitab (Al-Qur'an) dari Tuhan di mana Kitab itu membenarkan Kitab yang ada di tangan mereka, yaitu kitab Taurat, padahal mereka pada masa dulunya (sebelum datang Nabi Muhammad) minta pertolongan kemenangan untuk mengalahkan orang-orang kafir. Tetapi manakala telah datang apa yang mereka telah ketahui, ingkar pula kepadanya, maka kutuk (laknat) Tuhan atas orang kafir itu. (Al Baqarah 89).
Ayat di atas menceritakan halnya orang Yahudi yang tidak mau beriman kepada Nabi Muhammad, padahal dulu sebelum Nabi Muhammad lahir ke dunia mereka selalu berdoa kepada Tuhan bertawassul dengan Nabi Muhammad yang akan lahir memohon untuk mengalahkan musuh mereka dalam peperangan.
Akan tetapi setelah Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم benar-benar datang, mereka tidak beriman kepada beliau. Orang ini dikutuk oleh Allah karena keingkaran mereka. Dalam memberikan tafsir dari ayat ini, Syaikh Abdul Jail Isa bekas guru Kulliyah Usuluddin dan Bahasa Arab Universitas Al-Azhar Kairo, menerangkan: "Mereka minta kemenangan dari Allah melawan orang musyrik dengan berkat Nabi Besar yang ditunggu". (Mushaf Al-Murassar)
Dari ayat ini dapat diambil pelajaran bahwa berdoa dengan tawassul itu dikerjakan oleh umat terdahulu dengan maksud untuk memperkuat permohonannya kepada Allah. Berdoa dengan tawassul itu baik sehingga dikabarkan oleh Tuhan di dalam Al-Qur'an.
Yang tidak baik adalah orang Yahudi yang telah tahu akan kedatangan Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم dari kitab Tauratnya dan mengetahui bahwa Nabi Muhammad itu orang yang dikasihi Tuhan yang dapat dimanfaatkan untuk bertawassul dengannya dalam memohon kepada Tuhan. Tetapi setelah Nabi Muhammad benar-benar datang, mereka ingkar kepadanya. Karena ingkarnya itu mereka dikutuk oleh Allah Ta'ala. Na'udzubillahi min dzalik.
Berkata Syaikh Husen bin Makhluf al 'Adawi, bekas Wakil Direktur Universitas Al-Azhar di Kairo: "Ayat ini turun mengabarkan hal ihwal orang Yahudi keturunan kitab, yaitu Bani Quraizah dan Bani Nadhir yang ketika berperang melawan suku Aus dan Khazraj yang kafir. Mereka membuka Kitab Taurat dan meletakkan tangannya di atas tulisan "Nabi yang akan lahir di akhir zaman" dalam Taurat itu.
Mereka berdoa: "Ya Allah, dengan berkat Nabi yang Engkau janjikan akan keluar di akhir zaman, menangkanlah peperangan kami ini! Kemudian mereka memperoleh kemenangan dalam peperangan berkat kebesaran Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم. Tetapi sayang sekali karena kemudian setelah beliau lahir, sebagian orang Yahudi tidak beriman kepada Nabi.
Hadis Riwayat Imam At-Thabrani dan Al-Baihaqi
Diriwayatkan oleh dua ahli hadis terkenal Imam at-Thabrani dan Baihaqi, bahwa seorang laki-laki datang berulang-ulang ingin menghadap Sayyidina Utsman bin Affan ketika beliau menjabat Khalifah. Sayyidina Utsman tidak memperhatikan orang ini sehingga laki-laki itu mengadu kepada Utsman bin Hanif (sahabat Nabi yang tersebut kisahnya dalam dalil keempat).
Utsman bin Hanif berkata kepada laki-laki itu: "Bawalah kemari tempat berwudhu dan berwudhulah engkau. Kemudian datanglah ke masjid dan sembahyang di sana. Sesudah sholat bacalah doa: "Ya Allah, saya bermohon dan menghadap kepada-Mu dengan Nabi kami Muhammad, Nabi yang membawa rahmat. Wahai Muhammad, saya mnenghadapkan mukaku dengan engkau kepada Tuhan, supaya permintaan saya diterima."
Yang berdoa menyebutkan apa yang dimintanya itu. Laki-laki itu mengerjakan apa yang diajarkan oleh Utsman bin Hanif dan sesudah itu lalu ia datang kepada Khalifah Sayyidina Utsman bin Affan, di mana ia lantas dengan mudah berjumpa dengan Khalifah dan menyampaikan maksudnya.
Kemudian laki-laki ini bertemu Utsman bin Hanif dan menanyakan apakah ada membicarakan persoalannya dengan Khalifah, karena kedatangannya yang akhir diterima dengan mudah. Utsman bin Hanif menerangkan bahwa ia tak pernah berjumpa dan membicarakan dengan Khalifah tentang soal pria itu. Utsman bin Hanif menceritakan seterusnya bahwa seorang laki-laki dulu yang buta matanya datang kepada Rasulullah minta syafaat (bantuan) supaya sakit matanya hilang, lalu Utsman bin Hanif mengajarkan hadis (yang tersebut dalam dalil keempat).
Dari kisah ini diambil kesimpulan bahwa Utsman bin Hanif semasa Nabi hidup, diajarkan doa tawassul oleh Nabi. 20 tahun kemudian Utsman bin Hanif mengajarkan doa itu kepada seorang laki-laki yang mendapat kesulitan untuk bertemu Khalifah. Laki-laki itu mendapat manfaat dan doa yang diperolehnya dari Utsman bin Hanif dan ia dengan mudah bertemu Khalifah untuk menyampaikan maksudnya.
Hadis Riwayat Imam Al-Baihaqi
Bahwasanya kemarau menimpa manusia pada zaman Khalifah Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu. Sahabat Nabi yang utama bernama Bilal bin Harits datang ke makam Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم di Madinah dan berziarah kepada beliau. Pada ketika itu ia berkata: "Wahai Rasulullah, mintakanlah hujan untuk ummat engkau karena mereka hampir binasa. Maka datang Rasulullah kepadanya (dalam mimpi) mengabarkan bahwa hujau akan turun." (Hadis diriwayatkan Imam Baihaqi dan Ibnu Abi Syaibah dengan sanad yang sahih).
Dalam hadis in dapat diambil kesimpulan, seorang sahabat Nabi Bilal bin Harits datang ziarah ke makam Nabi dan memohon kepada Nabi supaya beliau meminta dan memohonkan hujan kepada Allah. Ini merupakan dalil kebolehan berziarah dan bertawassul dengan orang yang sudah wafat.
Kemudian, perbuatan sahabat-sahabat Nabi dapat dicontoh sebagaiman sabda Nabi dalam sebuah hadis: "Sahabatku seperti bintang, siapa saja yang kamu ikut, kamu akan mendapat hidayah." Hadis ini walaupun ada yang mengatakan lemah, tetapi maksudnya benar.
Hadis Riwayat Imam Al-Baihaqi
Telah diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dalam Kitab "Dalailun Nubuwah" dengan sanad yang sahih. Berkata Rasulullah صلى الله عليه وسلم: Ketika Nabi Adam melakukan kesalahan, ia bertaubat dan berkata: "Ya Rabb, aku mohon pada-Mu dengan hak Muhammad supaya engkau ampuni aku. Maka Allah menjawab: "Hai Adam, bagaimana engkau mengetahui Muhammad sedang ia belum dijadikan? Adam menjawab: 'Ya Rabb, setelah Engkau jadikan aku, aku mengangkat kepala melihat ke tiang Arsy di mana tertulis nama Nabi Muhammad. Maka aku tahu bahwa Engkau tidak akan menyertakan Nama-Mu kecuali dengan nama orang yang Engkau kasihi."
Maka Allah menjawab (padahal Allah Maha Tahu): "Engkau benar hai Adam, ia adalah seorang laki-laki yang paling Aku kasihi, kalau engkau memohon kepada Aku dengan haknya, engkau Aku ampuni. Kalau tidaklah karena dia, engkau tidak akan Aku jadikan." (HR Imam Al-Baihaqi, Imam Hakim dan Imam at-Thabrani)
Kesimpulannya, Nabi Adam bertawassul dengan Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم walaupun Nabi Muhammad belum diwujudkan ke dunia ketika itu.
Kisah Imam Malik dan Khalifah Manshur
Diceritakan, Khalifah Abbasiyah yang ke II Manshur naik Haji ke Makkah dari Bagdad. Sesudah mengerjakan Haji beliau datang ke Madinah untuk menziarahi makam Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم. Ketika itu Imam Malik bin Anas (Pendiri Mazbab Maliki) ada bersama beliau di Masjid Nabawi Madinah. Khalifah Manshur bertanya kepada Imam Malik:
"Hai Abu Abdillah (gelar Imam Malik)! Sesudah ziarah dan hendak berdoa, apakah saya harus menghadap Ka'bah atau berdoa menghadap Rasulullah?" Imam Malik menjawab: "Janganlah engkau palingkan mukamu dari padanya karena beliau adalah wasilah engkau dan wasilah bapak engkau Adam kepada Allah."
Menghadaplah kepada beliau dan minta syafaatlah dengan beliau, maka Allah akan memberi syafaat-Nya kepadamu. Allah berfirman: "Kalau manusia ini menganiaya dirinya (dengan berbuat dosa) datang menghadapmu (Hai Muhammad), maka mereka minta ampun kepada Allah (di hadapanmu) dan Rasul meminta ampunkan pula, niscaya Allah Penerima taubat dan Penyayang". (Lihat Syawahidul Haq halaman 156)
Kisah ini diterangkan oleh Qadhi Ijadh dalam Kitab Syifa' dan oleh Imam Qasthalan dalam Kitab Muwahibuladuniyah, oleh Imam Subki dalam Kitab "Syifaus Siqam fi Ziyarati Khairil Anaam" oleh Sayid Samhudi dalam kitab Khulasatul Wafa' dan oleh Imam Ibnu Hajar dalam Kitab Tuhfatuz Zuwar.
Berkata Ibnu Hajar, bahwa cerita Imam Malik dan Khalifah Manshur itu adalah cerita yang sahih berdasarkan sanad-sanad yang baik. Kisah ini mendapat perhatian sungguh dari ulama-ulama ahli hukum syariat karena yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم adalah wasilah Khalifah dan wasilah Adam, adalah Imam Malik seorang ulama Islam yang terkenal, pengarang Kitab Al-Muwatha'.
Apakah kisah ini dapat dijadikan dalil, tetapi setidaknya dapat diambil kesimpulan bahwa kisah ini memperkuat hadis-hadis yang disebutkan sebelumnya. Apalahi diketahui bahwa Imam Malik adalah orang yang mengamalkan doa-doa dengan tawassul itu.
Kalau kita buka kitab-kitab hadis seluruhnya niscaya kita akan mendapat banyak dalil yang membuktikan bahwa amal tawassul itu adalah amal yang dikerjakan para Nabi, sahabat Nabi, Tabi'in, Imam-imam yang empat dan ulama-ulama dari dulu sampai sekarang.
Sumber:
Kalam.Sindonews.Com - 12 Dalil Berdoa dengan Tawassul