Ads Top

Cek Dalil 4 Madzab Hukum Baca Al Fatihah & Mengusap Wajah Setelah Berdoa

Cek Dalil 4 Madzab Hukum Baca Al Fatihah & Mengusap Wajah Setelah Berdoa

BINAJATI - Banyak dari kalangan umat Islam yang berdoa lantas menutup doa dengan membaca Surat Al Fatihah. Apa pandangan para ulama dalam masalah itu? Lantas apa pula dalil-dalil yang mendasari amalan itu?


Membaca Surat Al Fatihah setelah berdoa merupakan kebiasaan kaum Muslim sejak lama. Sehingga para ulama pun juga telah membahas persoalan itu. Berikut dalilnya menurut ulama empat madzab yang harus Anda tahu!


Madzhab Hanafi


Al Allamah Ali Qari Al Hanafi berkata setelah menyebut sebuah atsar dari Atha` mengenai membaca Al-Qur`an untuk terkabulnya hajat, 


”Inilah asal bagi apa yang populer bagi manusia dari pembacaan Al Fatihah dalam rangka pemenuhan hajat-hajat dan diperolehnya perkara-perkara penting.” (dalam Al Asrar Al Marfu`ah, hal. 252)


Madzhab Syafi`i


Sedangkan di kalangan ulama Madzhab Syafi’i beberapa ulama menyatakan bolehnya menutup doa dengan Surat Al Fatihah.


Imam  Asy Syihab Ar Ramli dimintai fatwa mengenai hukum membaca Al Fatihah setelah doa setelah melaksanan shalat, apakah ia memiliki asal sunnah?


Imam Ar Ramli pun menjawab, ”Membaca Al Fatihah di pembukaan dan di akhiran doa atau untuk menunaikan hajat atau di permulaan majelis-majelis kebaikan atau di selain itu dari perkara-perkara yang penting bagi manusia. Ia adalah perkara yang disyari`atkan.” (dalam Fatawa Al Allamah Asy Syihab Ar Ramli, 1/160).


Pendapat serupa disampaikan oleh Ibnu Allan Ash Shiddiqi Asy Syafi`i dalam kitabnya. (Dalil Al Falihin li Thuruq Riyadh Ash Shalihin, 6/200).


Madzhab Hanbali


Syeikh Yusuf bin Abdil Hadi Al Hanbali yang masyhur dengan sebutan Ibnu Al Mibrad menulis sebuah risalah “Istianah bi Al Fatihah `Ala Najah Al Umur.”


Dalam risalah itu Ibnu Abdil Hadi menyampaikan, ”Maka hendaklah engkau- semoga Allah merahmatimu- memperbanyak membaca Al Fatihah terhadap persoalan-persoalan dan hajat-hajatmu serta obat-obatmu serta kepentingan-kepentinganmu juga untuk setiap hal yang engkau hadapi.” (Istianah bi Al Fatihah `Ala Najah Al Umur, hal. 375, diterbitkan dalam Jamharah Al Ajza` Al Haditsiyah).


Dalil-dalil yang Dijadikan Pijakan Tentang Hukum Baca Al Fatihah setelah Berdoa


Para ulama menyatakan bolehnya mengawali doa dengan membaca Al Fatihah menggunakan beberapa dalil, di antaranya adalah:


عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «مَنْ صَلَّى صَلَاةً لَمْ يَقْرَأْ فِيهَا بِأُمِّ الْقُرْآنِ فَهِيَ خِدَاجٌ» ثَلَاثًا غَيْرُ تَمَامٍ. فَقِيلَ لِأَبِي هُرَيْرَةَ: إِنَّا نَكُونُ وَرَاءَ الْإِمَامِ؟ فَقَالَ: «اقْرَأْ بِهَا فِي نَفْسِكَ»؛ فإنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: ” قَالَ اللهُ تَعَالَى: قَسَمْتُ الصَّلَاةَ بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي نِصْفَيْنِ، وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ، فَإِذَا قَالَ الْعَبْدُ: {الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ}. قَالَ اللهُ تَعَالَى: حَمِدَنِي عَبْدِي، وَإِذَا قَالَ: {الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ}. قَالَ اللهُ تَعَالَى: أَثْنَى عَلَيَّ عَبْدِي، وَإِذَا قَالَ: {مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ}، قَالَ: مَجَّدَنِي عَبْدِي، وَقَالَ مَرَّةً فَوَّضَ إِلَيَّ عَبْدِي، فَإِذَا قَالَ: {إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ}.  قَالَ: هَذَا بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي، وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ، فَإِذَا قَالَ: {اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ}. قَالَ: هَذَا لِعَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ (أخرجه مسلم: 395, 1/296)


Artinya:


Dari Abu Hurairah RA dari Nabi SAW, beliau bersabda,”Barang siapa melaksanakan shalat dan di dalam shalat itu ia tidak membaca Umm Al Quran (Al-Fatihah) maka shalat itu kurang.” 


Maka dikatakan kepada Abu Hurairah: ”Sesungguhnya kami berada di belakang imam.”


Maka Abu Hurairah pun berkata, ”Bacalah Al Fatihah sendiri, sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah  bersabda, ”Allah Ta’ala berfirman,’Aku telah membagi shalat antara Aku dengan hamba-Ku dua bagian. Dan bagi hamba-Ku apa yang ia minta. Jika ia berkata: {الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ}, maka Allah berfirman, ”Telah memujiku, hambaku.” Dan jika ia berkata: {الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ}, Allah Ta’ala berfirman, ”Telah memuji-Ku hamba-Ku. Jika ia berkata: {مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ}, Allah Ta’ala berfirman,”Telah mengagungkan-Ku hamba-ku.” Dan sekali Ia juga berfirman, ”Telah menyerahkan kepada-Ku hamba-Ku.” Dan jika ia berkata: {إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ}, Allah Ta’ala berfirman, “Ini adalah antara Aku dan hamba-Ku dan bagi hamba-Ku apa yang ia minta.” Jika ia berkata: {اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ}, Allah Ta’ala berfirman: “Ini bagi hamba-Ku apa yang ia minta.” (Riwayat Muslim: 395, 1/296).


Syeikh Ibnu Abdil Hadi Al Hanbali berkata, ”Sebagian dari mereka (para ulama) berhujjah dengan hadits ini bahwa tidak seorang pun membaca Al Fatihah dengan diniatkan untuk tertunaikannya hajat dan ia memohon hajatnya kecuali ia akan tertunaikan.” (Al Isti`anah bi Al Fatihah `ala Najah Al Umur, hal. 372).


Sedangkan hadits lain yang dijadikan para ulama sebagai dalil dalam masalah ini adalah hadist berikut:


عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: بَيْنَمَا جِبْرِيلُ قَاعِدٌ عِنْدَ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، سَمِعَ نَقِيضًا مِنْ فَوْقِهِ، فَرَفَعَ رَأسَه، فَقَالَ: هَذَا بَابٌ مِنَ السَّمَاءِ فُتِحَ اليَوْمَ، لَمْ يُفْتَحْ قَطُّ إِلا اليَوْمَ، فَنَزَلَ مِنْهُ مَلَكٌ، فَقَالَ: هَذَا مَلَكٌ نَزَلَ إِلَى الأَرْضِ، لَمْ يَنْزِلْ قَطُّ إِلا اليَوْمَ، فَسَلَّمَ وَقَال: أَبْشِرْ بِنُورَيْنِ أَوتِيتَهُمَا لَمْ يُؤْتَهُمَا نَبِىٌّ قَبْلَكَ، فَاتِحَةُ الكِتَابِ وَخَوَاتِيَمُ سُورَةِ البَقَرَةِ، لَنْ تَقْرَأَ بِحَرْفٍ مِنْهُمَا إِلا أُعْطِيتَهُ. (أخرجه مسلم: 806, 1/554)


Artinya:


Dari Ibnu Abbas ia berkata,”Sewaktu Jibril duduk bersama Rasulullah SAW, ia (Jibril) mendengar suara (seperti terbukanya pintu), maka ia pun menengadahkan kepalanya, lantas berkata,”Ini adalah pintu langit dibuka hari ini, ia tidak pernah dibuka sama sekali, kecuali hari ini.” Lantas turunlah dari pintu itu malaikat.”


Jibril berkata, ”Malaikat ini tidak pernah turun kecuali hari ini. Aku memberi kabar gembira dengan dua cahaya yang diberikan kepadamu dan tidak pernah diberikan kepada seorang nabi pun sebelum engkau, Fatihah Al Kitab dan penutup surat Al Baqarah. Engkau tidak akan membaca satu huruf pun dari keduanya, kecuali engkau diberinya.” (Riwayat Muslim).


Syarafuddin Ath Thibi menyatakan, ”Barangsiapa bersungguh-sungguh dalam meminta dan menjadikan keduanya (Al Fatihah dan akhir Surat Al Baqarah) sebagai pembantu dengan membaca maka ia diberi apa yang ia cari.” (dalam Al Kasyif `an Haqaiq As Sunan, 5/1646).


Hal yang serupa juga dinyatakan oleh Ibnu `Allan As Siddiqi Asy Syafi`i dalam kitabnya. (Dalil Al Falihin li Thuruq Riyadh Ash Shalihin, 6/200).


Amalan Tabi`in


Diriwayatkan Abu Asy Syaikh dalam Ats Tsawab dari Atha` ia berkata,”Jika engkau menginginkan hajat maka bacalah Fatihah Al Kitab hingga engkau menyelesaikannya, maka hajatmu akan tertunaikan, dengan izin Allah.”


Al Allamah Mulla Ali Al Qari Al Hanafi berkata mengenai atsar tersebut,”Ini adalah usul terhadap apa yang dikenal oleh manusia dari bacaan Al Fatihah untuk menunaikan hajat-hajat dan untuk memperoleh hal-hal penting.” (dalam Al Asrar Al Marfua`ah, hal. 253).


Walhasil, membaca Al Fatihah di akhir doa dengan tujuan agar hajat yang disampaikan dalam doa terkabulkan merupakan perkara yang disyari`atkan dan pendapat itu merupakan pendapat salaf, dalam hal ini Imam Atha` seorang tabi`in. Wallahu a`lam bish shawab.


Mengusap Wajah Setelah Berdoa Amalan Salaf Shalih


Banyak pihak dari kalangan kontemporer berpendapat bahwasannya mengusap wajah setelah berdoa adalah perkara yang tidak disyariatkan bahkan mereka menyeru umat untuk meninggalkan amalan itu.


Nah, bagaimana sebenarnya para ulama berpendapat terhadap masalah itu? Simak penjelasan ulama ulama madzab berikut ini!


Madzhab Hanafi


Dalam Hasyiyah As Syurunbulali ‘ala Durar Al Hikam, dalam bab Shifat Shalat, dalam masalah dzikir sunnah setelah shalat, beliau mengatakan: ”Dan disunnahkan bagi mereka yang shalat melakukan hal itu (dzikir sunnah), lalu ditutup dengan “subhana rabaka…” (ayat), karena Ali radhiyallahuanhu mengatakan:”Barang siapa ingin ditimbang amalnnya dengan timbangan yang berat di hari kiamat, maka hendaklah setiap akhir perkataannya, jika ia hendak berdiri dari majelisnya,”subhana rabbaka…” Lalu mengusapkan kedua telapak tangannya ke wajahnya. (Hasyiyah As Syurunbulali ‘ala Durar Al Hikam, 1/80).


Madzhab Maliki


An Nafrawi dalam Al Fawaqih Ad Dawani mengatakan: ”Dan disunnahkan untuk mengusap kedua telapak tangan ke wajah setelahnya (doa), sebagaimana yang telah dilakukan Rasulullah ﷺ”. ( dalam Al Fawaqih Ad Dawani, 2/335).


Madzhab Syafi’i


Imam An Nawawi dalam Al Majmu’ Syarh Muhadzab menyatakan:”Dan dari adab berdoa adalah memilih tempat, waktu serta keadaan yang mulia, menghadap kiblat, mengangkat tangan, serta mengusap wajah dengan tangan ketika selesai…” ( dalam Al Majmu’ Syarh Muhadzab, 4/487).


Imam An Nawawi menyatakan bahwa amalan itu sunnah, ini juga dinukil oleh Syeikh Al Islam Zakariya Al Anshari, serta Khatib As Syarbini (Lihat, Atsa Al Mathalib, 1/160, juga Mughni Al Muhtaj, 1/370)


Dalam Madzhab Asy Syafi`i ada pendapat yang menolak kesunnahan mengusap wajah setelah berdoa, yakni Imam Izzuddin bin Abdissalam,”Mengusap wajah dengan dua tangan adalah bid’ah dalam doa dan tidak ada yang melakukan kecuali jahil.” (Kitab Al Fatawa li Al Imam Izziddin bin Abdis Salam, hal. 47).


Namun, pernyataan Imam Izzuddin di atas dijawab oleh Imam Az Zarkasyi, ”Ini dikarenakana beliau belum mengatahui hadits-hadits itu, walau sanad-sanadnya layyin, akan tetapi, perkumpulannya menguatkan periwayatannya.” (dalam Al Azhiyah fi Al Ad’iyah, hal. 106)


Madzhab Al Hanbali


Al Allamah Al Buhuti: ”Kemudian mengusapkan tangan wajah di saat ini (yaitu setelah qunut), dan di luar shalat (yaitu ketika berdoa). (Kalimat dalam kurung adalah keterangan Al Buhuti, lihat, Syarh Muntaha Al Iradat, 1/241, Kasyaf Al Qina`, 1/420)


Periwayatan dari Imam Ahmad sendiri ada tiga.


Periwayatan pertama, bahwasannya Imam Ahmad mengusap kedua wajah dengan telapak tangan setelah berdoa.


Riwayat kedu, Imam Ahmad tidak mengusap wajah setelah berdoa.


Riwayat ketiga, Imam Ahmad berpendapat bahwasannya mengusap tangan merupakan rukhshah. (dalam Al Inshaf, 2/173)


Demikian, para ulama dari empat madzhab menyatakan disyari’atkannya mengusap wajah setelah berdoa.


Dalil-dalil Disyariatkan Mengusap Wajah Setelah Berdoa


عَنْ عُمَرَ بْنِ الخَطَّابِ، قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا رَفَعَ يَدَيْهِ فِي الدُّعَاءِ، لَمْ يَحُطَّهُمَا حَتَّى يَمْسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ (أخرجه الترمذي في الجامع: 3386, 5/328)


Artinya: Dari Umar radhiyallahu anhu, dari Rasulullah ﷺ jika mengangkat kedua tangnnya untuk berdoa, maka beliau tidak menariknya, hingga mengusap dengannya wajahnya. (Riwayat At Tirmidzi: 3386, 5/328).


Hadits di atas adalah Hadits dhaif menurut Imam At Tirmidzi, namun Al Hafidz Ibnu Hajar menyampaikan, ”Dan ia memiliki syawahid (penguat dari segi matan). Dan di antaranya adalah hadits Ibnu Abbas yang ada pada Abu Dawud dan lainnya. Maka perkumpulannya menunjukkan bahwasannya itu merupakan Hadits hasan.” (dalam Bulughul Maram, hal. 463).


Yang dimaksud Hadits Ibnu Abbas adalah Hadits berikut:


عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبَّاسٍ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «لَا تَسْتُرُوا الْجُدُرَ مَنْ نَظَرَ فِي كِتَابِ أَخِيهِ بِغَيْرِ إِذْنِهِ، فَإِنَّمَا يَنْظُرُ فِي النَّارِ، سَلُوا اللَّهَ بِبُطُونِ أَكُفِّكُمْ، وَلَا تَسْأَلُوهُ بِظُهُورِهَا، فَإِذَا فَرَغْتُمْ، فَامْسَحُوا بِهَا وُجُوهَكُمْ» (أخرجه أبو داود في السنن: 1485, 2/78)


Artinya: Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu ia berakata: Rasulullah ﷺ telah bersabda: “Jika engkau berdoa kepada Allah meka berdoalah dengan telapak tangan, dan jangan berdoa dengan punggung tangan. Jika telah selesai, maka usaplah wajahmu dengan keduanya”. (Riwayat Abu Dawud: 1485, 2/78).


Al Hafidz Al Bushiri berkata mengenai hadits di atas, ”Ia memiliki syahid dari Hadits Ibnu Umar radhiyallahu `anhuma yang diriwayatkan oleh At Tirmidzi dan Al Jami` dan Al Hakim dalam Al Mustadrak.” (Mishbah Az Zujajah fi Zawaid Ibni Majah, 1/141).


Al Hafidz As Sakhawi juga menyampaikan hal serupa, ”Satu persatunya meskipun dhaif, namun dengan berkumpulannya maka ditetapkanlah kesunnahan (mengusap wajah setelah berdoa).” (dalam Al Ajwibah Al Mardhiyah, 3/1072).


Walhasil, dua hadits di atas saling menguatkan, sehingga derajatnya meningkat menjadi Hasan.


Pendukung dari Hadits Mursal Shahih


Di samping adanya hadits-hadits musnad yang bisa dijadikan hujjah dalam kesunnahan mengusap wajah setelah berdoa, ada pula hadits mursal yang bisa dijadikan hujjah dalam masalah ini:


عَنْ مَعْمَرٍ، عَنِ الزُّهْرِيِّ قَالَ: «كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَرْفَعُ يَدَيْهِ بِحِذَاءِ صَدْرِهِ إِذَا دَعَا، ثُمَّ يَمْسَحُ بِهَا وَجْهَهُ» قَالَ: وَرَأَيْتُ مَعْمَرًا يَفْعَلَهُ (أخرجه عبد الرزاق في المصنف: 5003, 3/ 122)


Dari Ma’mar dari Az Zuhri, ia mengatakan:”Rasulullah shalallhua laihi wa salam mengangkat kedua tangannya di dada dalam doa, kemudian mengusapkan keduanya di wajah. Abdurrazaq mengatakan,”Dan aku menyaksikan Ma’mar melakukannya.” (Riwayat Abdurr Razzaq dalam Al Mushannaf: 5003, 3/122).


Syeikh Mahmud Said Mamduh menyampaikan,”Mursal ini shahih sanadnya. Dan pengamalan perawinya semakin memperkuatnya. Dan mursal ini hujjah dengan sendirinya.” (At Ta`rif, 4/513).


Hadits mursal merupakan hujjah bagi jumhur ulama, seperti Ibnu Musayyib, Malik, Abu Hanifah dan dalam riwayat termashur Ahmad, sebagaimana disebutkan dalam ushul. Adapun Syafi’i tidak menerima mursal kecuali dengan didukung salah satu lima hal, yang juga ma’ruf dalam ilmu ushul. Dan mursal ini termasuk mursal yang memenuhi syarat Syafi’i, karena didukung oleh atsar shahabat.


Para Shahabat dan Tabi`in Mengusap Wajah setelah Berdoa


عَنْ أَبِي نُعَيْمٍ وَهُوَ وَهْبٌ قَالَ: رَأَيْتُ ابْنَ عُمَرَ وَابْنَ الزُّبَيْرِ يَدْعُوَانِ، يُدِيرَانِ بِالرَّاحَتَيْنِ عَلَى الْوَجْهِ (أخرجه البخاري في الأدب المفرد:609, ص 214)


Dari Abu Nu’aim dan dia adalah Wahb, ia berkata,”Aku melihat Ibnu Umar dan Ibnu Az Zubair kedua-duanya berdoa, dan keduanya mengusap kedua telapak tangan mereka ke wajah. (Riwayat Al Bukhari dalam Al Adab Al Mufrad: 609, hal. 214).


Syeikh Mahmud Said Mamduh berkata,”Isnad ini jayyid, dan para periwayatnya adalah para periwayat dalam Shahih Al Bukhari dan Wahb adalah Ibnu Kaisan tsiqah masyhur.” (At Ta’rif, 4/514).


عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ، عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ، «أَنَّ ابْنَ عُمَرَ، كَانَ يَبْسُطُ يَدَيْهِ مَعَ الْعَاصِ» وَذَكَرُوا أَنَّ مَنْ مَضَى كَانُوا يَدْعُونَ، ثُمَّ يَرُدُّونَ أَيْدِيَهُمْ عَلَى وُجُوهِمْ ليَرُدُّوا الدُّعَاءَ وَالْبَرَكَةَ. (أخرجه عبد الرزاق في المصنف: 3256, 2/252)


Dari Ibnu Juraij dan Yahya bin Said,”Bahwasannya Ibnu Umar menengadahkan kedua tangannya bersama Al `Ash.” Dan mereka menyebutkan bahwasannya orang-orang sebelum mereka berdoa kemudian menarik kedua tangan mereka pada wajah-wajah mereka untuk mengakhiri doa dan untuk keberkahan. (Riwayat Abdur Razzaq dalam Al Mushannaf: 3256, 2/252).


Tentu yang dimaksud dengan “orang-orang sebelum mereka.” Adalah para shahabat dan kibar tabi`in.


Atsar Tabi`in (Hasan Al Bashri)


عن الْمُعْتَمِر بن سُلَيْمَان قَالَ: رَأَيْت أَبَا كَعْب صَاحب الْحَرِير يَدْعُو رَافعا يَدَيْهِ فاذا فرغ مسح بهما وَجهه. فَقلت لَهُ: من رَأَيْت يفعل هَذَا؟ قفَالَ: الْحسن. (أخرجه محمد بن نصر المروزي في قيام الليل, ص 327)


Dari Al Mu`tamir bin Sulaiman ia berkata,”Aku menyaksikan Ka`b pemilik sutera berdoa mengangkat kedua tangannya. Jika selesai ia mengusapkan kedua telapak tangannya ke wajahnya. Aku berkata kepadanya,’Siapa yang engkau lihat melakukan ini?’ Ia menjawab,’Al Hasan.’” (Riwayat Muhammad bin Nashr Al Marwazi dalam Qiyamul Lail, hal. 327).


Mengenai atsar Hasan Al Bashri di atas, Al Hafidz As Suyuthi berkata,”Isnadnya hasan, (dalam Fadh Al Wi`a`: 59, hal. 101).


Walhasil, mengusap wajah setelah berdoa adalah perkara yang disyariatkan berdasarkan dalil-dalil yang juga telah diamalkan oleh para sahabat dan tabi`in.


Sumber:

Hidayatullah.Com - Hukum Membaca Al Fatihah Setelah Berdoa dan Dalil-dalilnya

Cek Dalil 4 Madzab Hukum Baca Al Fatihah & Mengusap Wajah Setelah Berdoa Cek Dalil 4 Madzab Hukum Baca Al Fatihah & Mengusap Wajah Setelah Berdoa Reviewed by Tabib Wira on March 21, 2022 Rating: 5